indate.net-Metamorfosis menggelar kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) dengan mengusung tema “Lawan Bersama Kekerasan Terhadap Perempuan: You are not Alone”. Kampanye ini dilaksanakan melalui media social dan serangkaian kegiatan tatap muka termasuk talkshow yang bertempat di Kedai Pa’Dar Kota Bogor pada tanggal 04 Desember 2021.
Moudy Cynthia, Ketua Pembina Yayasan Metamorfosis Menuju Inklusi menyampaikan bahwa sampai saat ini, korban kekerasan terutama kekerasan seksual masih banyak yang enggan dan takut menceritakan kekerasan yang dialami. Ini karena banyak pelaku kekerasan, terutama kekerasan seksual memiliki hubungan yang dekat dengan korban misalnya hubungan keluarga, tetangga, teman dan sebagainya. Merasa takut karena menerima ancaman, merasa malu dan merasa kejadian ini adalah aib keluarga serta ketergantungan ekonomi menjadi faktor kompleks yang membuat korban merasa khawatir dan tidak mau melaporkan kejadian yang dialaminya. Selain itu banyak korban yang tidak mengetahui adanya layanan hukum serta bagaimana mengaksesnya.
Sementara Tiasri Wiandani Komisioner Komnas Perempuan mengungkapkan data kasus di sepanjang 2020 berjumlah total 299.911. Ada sangat banyak perempuan korban tidak berani menceritakan pengalamannya atau mendatangi lembaga penyedia layanan untuk meminta pertolongan. Adanya kekosongan hukum, karena bentuk-bentuk kekerasan seksual tidak diatur dalam KUHP, karena KUHP hanya memproses pemidanaan bagi pelaku dan tidak ada pemenuhan hak bagi korban. Definisi perkosaan di daklam KUHP masih sangat sempit. Tidak ada pemenuhan hak bagi korban kekerasan seksual (hak penangan, hak perlindungan, dan hak pemulihan). Beliau menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran HAM, oleh karena itu pentingnya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk segera di sahkan, sampai mewujudkan itu membutuhkan kerjasama dan sinergi dari berbagai pihak.
Talkshow yang dipandu oleh Sofiah, Diektur Metamorfosis Menuju Inklusi juga menghadirkan Ana Ismawati, S.IP, MSi, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bogor yang menyampaikan berbagai program untuk merespon situasi ini. Program-program yang disampaikan diantaranya penyelenggaraan Kota Layak Anak dan Responsif Gender, sistem pelayanan kekerasan berbasis gender yang terintegrasi di Kota Bogor, melalui Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), serta Satgas KDRT di setiap kelurahan dan aplikasi berbasis android Pojok Konseling Keluarga Unggul (Pollink-Gaul) yang akan diluncurkan dalam waktu dekat.
Yulia Anita Indrianingrum, SH, MSC, Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum dan HAM Setda Kota Bogor menjelaskan bahwa pada tahun 2020 Bidang Hukum dan HAM sudah berbenah dengan memberikan penyuluhan, pendampingan dan membuka bantuan hukum bagi masyarakat miskin dengan bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ditunjuk. Saat ini dengan keterbatasan yang ada perlu membuka diri dan bekerjasama dengan organisasi untuk terlibat aktif dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan meningkatkan pemahaman kekerasan berbasis gender.
Selain talkshow, kegiatan kampanye HAKTP juga menampilkan pameran foto kekerasan terhadap perempuan oleh Metamorfosis, Mural bertemakan Stop Kekerasan Terhadap Perempuan hasil karya Ray Mural Depok dan penampilan music bersama Sahat Farida Accoustic.
Beberapa peserta mengatakan mengikuti kegiatan ini membuat mereka mendapatkan pengetahuan tentang isu kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender. Ada yang kemudian meminta Metamorfosis mengadakan sharing atau pelatihan gender lanjutan. Pameran foto dan mural juga menjadi perhatian tersendiri bagi para peserta karena persoalan kekerasan gender dan dampaknya terhadap perempuan tersampaikan melalui karya-karya seni tersebut. (*)