indate.net-Bogor, Selasa, 12 April 2022, Sofia, Direktur Metamorfosis sangat mengapresiasi kepada Presiden Joko Widodo, pada tanggal 4 Januari 2022 mendorong langkah-langkah percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana kekerasan Seksual (TPKS) yang berproses sejak tahun 2016, dengan meminta menteri terkait untuk berkoordinasi dengan DPR RI. Apresiasi juga diberikan kepada DPR RI dan Pemerintah terkait yang menindaklanjuti untuk berkoordinasi terkait UU TPKS dan tidak lupa Kantor Staf Presiden (KSP) yang menjembatani komunikasi dengan pemerintah.
Sampai akhirnya pada tanggal 24 Maret 2022 dimulai dengan RDPU hingga pengesahan tingkat satu pada 6 April 2022. Pembahasan dilakukan secara cukup substansial, membuka peluang masyarakat sipil untuk terus memberi masukan secara “real time” dalam pembahasan, baik dari pemerintah maupun anggota DPR yang melakukan pembahasan. Pembahasan RUU dengan model keterbukaan seperti ini harus menjadi contoh bagi pembahasan RUU RUU lainnya.
Apresiasi yang sangat tinggi juga disampaikan kepada stakeholder yang terlibat dari Jaringan Masyarakat Sipil dan lainnya secara optimal memberikan masukan untuk UU TPKS secara komprehensif, agar tidak ada multi tafsir, sampai ditandatangani oleh Fraksi DPR RI dan Pemerintah tgl 6 April 2022.
Saat ini Pemerintah dan Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR melakukan pembahasan tingkat II dalam siding paripurna dan akan secara resmi melakukan pengesahan UU TPKS dengan harapan, rancangan berpihak dan berperspektif kepada korban, sebagai payung hukum/legal standing, kehadiran Negara memberikan perlindungan kepada korban dan restitusi/ganti kerugian kepada korban.
Sofia mengatakan, disahkannya UU TPKS pada hari ini merupakan penantian panjang perempuan, anak-anak dan disabilitas, karena sudah banyak kasus-kasus kekerasan seksual selama ini, dari predator yang bergentayangan. UU TPKS adalah Hak setiap warga Negara untuk mendapatkan perlindungan terhadap kekerasan yang dialami korban, merupakan hak konstitusional yang dijamin UUD 1945. Kekerasan seksual merupakan perlakuan yang merendahkan derajat korban khususnya perempuan, anak, disabilitas dan merupakan pelanggaran HAM dan diskriminasi, karena memiliki dampak terhadap korban secara berlapis berupa fisik, mental, ekonomi, sosial dan politik sehingga mengapa sangat dibutuhkan UU TPKS agar mampu memberikan landasan formil dan materiil untuk kepastian hukum kepada masyarakat.
Menurut Ketua DPRI, Puan Maharani, RUU TPKS merupakan tonggak sejarah dan kado di Hari Kartini untuk Perempuan Indonesia juga sebagai bukti komitmen politik DPR dan Pemerintah juga sebagai wujud nyata hadirnya Negara untuk menangani, melindungi, memulihkan, menegakkan hukum, merehabilitasi dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual, semangat kita bersama antara DPR RI dan masyarakat sipil dan UU ini memberikan manfaat bagi korban kekerasan seksual.(*)