indate.net, Bogor - Kasus Covid-19 yang melanda dunia dua tahun lalu nampaknya memunculkan keprihatinan, sekaligus menjadi keberkahan bagi pemilik sanggar seni dan budaya Megagama Karya, Yulia Heliyanti.
Ia bercerita, pada tahun 2020 lalu dunia dilanda kasus pandemi Covid-19, dimana banyak anak-anak terpaksa harus sekolah dari rumah dan belajar secara daring atau online. Namun dengan adanya kebijakan tersebut ternyata membuat anak-anak tidak efektif dalam belajar, bahkan terkesan memanfaatkan gadget (handphone) yang seharusnya menjadi media pembelajaran digunakan untuk bermain game.
Selain itu, aktivitas anak-anak juga terbatas karena kala itu tidak boleh melakukan kegiatan diluar ruangan, sehingga membuat anak-anak jenuh lantaran tidak bisa menyalurkan bakatnya melalui kegiatan. Berawal dari situlah, Yulia merasa prihatin dan kemudian tergugah untuk membuka suatu kegiatan seni dan budaya di rumahnya yang berada di kawasan Ciomas Kabupaten Bogor.
"Saya sehari-hari sebagai tenaga pendidik waktu itu melihat anak-anak kasihan, karena tidak punya kegiatan dan harus sekolah dari rumah. Di situ ada salah satu orang tua murid mengajak untuk anak-anak supaya punya kegiatan, hingga akhirnya sanggar ini berdiri di rumah," ujar Yulia saat bercerita perjalanan Sanggar didirikannya kepada wartawan, Minggu, 9 Oktober 2022.
Seiring berjalannya waktu, Ia pun bertemu dengan siswanya alumni SMA Rimba Bogor. Kemudian siswanya tersebut membantu Sanggar yang dia dirikan sejak 2020. Bahkan siswanya itu menyampaikan ide, sekaligus memberikan nama Sanggarnya tersebut dengan nama Megagama Karya.
"Saya sempat bertanya apa arti dari Megagama Karya, dan siswa saya menjelaskan bahwa saya katanya punya karya yang besar menggema di seluruh nusantara tetapi tidak lupa dengan apa yang ada didalam diri saya yaitu sosial. Karena merasa cocok, saya pun menggantinya dari Sanggar Etnika Sora menjadi Megagama Karya," jelasnya.
Saat ini, lanjut Yulia, sanggarnya sudah memiliki 32 orang siswa dari usia 3 tahun sampai 58 tahun. Sementara materi yang diberikan kepada siswanya, yaitu seni tari tradisional, tari modern, seni musik (drum, bass, gitar keyboard, piano, biola), hingga vokal, dan seni lukis menggambar dan juga mewarnai.
"Untuk tenaga pengajarnya ada 5 orang. Kemudian dalam satu minggu, sebanyak dua kali pertemuan selama satu setengah jam yang dilakukan di Mall BTW. Dengan biaya terjangkau, hanya Rp 75 ribu sampai Rp 150 ribu perbulan," kata Yulia.
Bukan itu saja, sanggarnya pun menerima siswa yang berkebutuhan khusus atau disabilitas. Namun sampai sekarang belum ada siswa tersebut yang bergabung dengan sanggarnya. Tetapi dirinya siap apabila ada siswa berkebutuhan yang ingin belajar seni dan budaya di sanggarnya dan akan dilatih langsung olehnya.
"Memang sampai sekarang belum ada siswa berkebutuhan khusus. Tapi kalau ada yang ingin gabung, kami siap menerimanya," ucap dia.
Selain itu, Yulia juga menjamin apabila belajar seni dan budaya di sanggarnya bisa membuat anak-anak menjadi bisa, karena setiap tiga bulan sekali ada evaluasi secara internal, dan evaluasi secara eksternal setiap enam bulan sekali. Hal itu bertujuan agar apa yang selama ini diajarkan terlihat hasilnya, dan anak-anak pun bisa tampil di depan banyak orang.
"Metode pembelajaran yang kami berikan tentu dengan hati, dengan pendekatan secara persuasif. Tujuannya, supaya siswa kami ini nyaman, sehingga saat melatih mereka anak-anak itu senang, nyaman dan mau mengikuti apa yang kami ajarkan. Jadi kami menjamin selama belajar di sanggar kami, anak-anak menjadi bisa," tutupnya. (Heri)