indate.net-Belum lama ini Wali Kota Bogor, Bima Arya memecat salah satu Kepala Sekolah Dasar, dan sekarang dirinya terang-terangkan menceritakan pungli di sekolah atau instansi pendidikan. Bima blak-blakan terkait modus operandi pungli di sekolah yang sering dilakukan oleh banyak oknum, melalui kanal Youtube Deddy Corbuzier, Kamis (21/9/2023). Ia menjelaskan, jenis pungli di sekolah atau instansi pendidikan ada sangat banyak, termasuk jenis pungli untuk masuk ke sekolah tertentu.
Tak hanya itu, ada juga pungli dengan motif acara perpisahan, motif agenda jalan-jalan atau study tour, pungli membeli buku, seragam, dan lain sebagainya. Kata Bima, perbuatan-perbuatan tersebut bisa melanggar hukum, jika tidak memiliki dasar dan kesepakatan antara komite sekolah, guru, dan stakeholder lainnya.
Bima mengaku, jika diketahuinya adanya pungli di sekolah yang beroperasi di Kota Bogor karena banyaknya laporan dari masyarakat yang ia terima. “Banyak sekali laporan dari warga yang masuk. Jadi kita coba telusuri, modusnya macam-macam. Akhirnya kita buka pengumuman ke warga, silahkan lapor,” tegas dia, kepada Deddy Corbuzier.
Dan yang membuat Deddy Corbuzier terkejut, adalah jawaban Bima Arya tentang pertanyaan berapa jumlah uang yang digunakan untuk menyogok pihak sekolah. “Ini uang berapa sih yang kita bicarakan? Terus terang masih belum paham nih, kalau uang pungli sekolah tuh nilai uang yang kita bicarakan itu berapa?” tanya Deddy Corbuzier, memotong pemaparan Bima.
“Contoh ini yang PPDB tadi ya. Yang orang bayar itu, terindikasi untuk satu kursi gitu bisa ada yang mau bayar Rp20 sampai Rp30 juta,” jawab Bima Arya. Tentu saja, pengakuan itu membuat Deddy yang juga pemilik podcast Close The Door itu kaget, dan yang lebih membuat terkejut, adalah saat Bima Arya mengaku, bahwa itu tidak terjadi hanya satu atau dua orang. “Tapi itukan nggak semuanya, pasti hanya beberapa kursi doang kan yang diperjualbelikan?,” kata Deddy dengan pertanyaan susulan. “Oh gak. Bisa banyak itu. Masa cuman satu dua. Bisa puluhan di satu sekolah. Itu satu aspek saja uang masuk,” jawab Wali Kota Bogor dua periode ini.
Kemudian, Bima Arya menambahkan, bahwa pungli masuk ke suatu sekolah itu bisa terjadi di jenjang apa saja, mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas.
Tidak hanya PPDB, pungli juga masuk ke sekolah dengan motif yang beragam. Ada perpisahan, jalan-jalan, beli buku, seragam, padahal itu semua harus memiliki dasar hukum, kesepakatan komite, sekolah, guru dan lain-lain. Soal zonasi misalnya, ada oknum yang sudah dari setahun sebelumnya mengurus Kartu Keluarga (KK) baru. Bahkan ada juga yanh beberapa hari sebelumnya, membuat KK baru agar si anak bisa masuk sekolah yang diinginkan.
“Pasti ada yang terlibat juga ini untuk mengurus KK-nya,” jelasnya. Menurutnya, tindakan ilegal itu terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya orang tus yang ingin sang anak masuk ke sekolah favorit, mau bagaimanapun caranya, hingga rela merogoh kocek fantastis.
Ada juga orang tua yang tidak mau anaknya sekolah di swasta, karena biayanya lebih mahal. Alhasil orang tua lebih memilih untuk membayar mahal sekali, daripada masuk sekolah swasta, bayarannya panjang dan mahal. “Sebenarnya zonasi ini bagus, tetapi tidak seimbang dengan jumlah sekolah. Pemerintah juga harus tanggung jawab, sekolah harus cukup, guru cukup ngga? Kalau bangun sekolah banyak, gurunya kurang,” katanya.
Mungkin ada tenaga guru honorer seperti Reza yang viral beberapa waktu lalu, karena berani laporkan Pungli. Tetapi guru honorer, kerja bertahun-tahun, minta diangkat statusnya, namun belum bisa.
“Gaji guru honorer hanya Rp2-3 Juta per bulan. Kalau ada yang dibayar ratusan ribu per bulan, itu guru yang direkrut lepasan. Berat memang dan gajinya juga kadang telat dibayar karena administrasi dan lain-lain,” tandasnya. Dengan keadaan demikian, jelas Bima, membuat peluang kasus korupsi terjadi. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), menurut sepengetahuannya juga banyak yang dikorupsi, baik oleh pengelola sekolah, kepala sekolah, guru, bekerja sama dengan dinas pendidikan.
“Dimana ada gula, disitu ada semut. Dana pendidikan kan tinggi 20 persen, untuk mengamankan menetes ke bawah tidak mudah,” katanya. Salah satu upaya yang pihaknya telah lakukan adalah digitalisasi dan elektoniksasi, yang diakui mampu mengurangi adanya tindak pungli. Alasannya karena pembayaran yang tadinya tunai menjadi non tunai, hasil keberhasilannya lumayan meski belum bisa menghilangkan tindakan pungli.
“Kalau dihitung-hitung, sudah banyak uang negara yang diselamatkan. Yang paling penting, warga bisa bantu speak up, karena sistem juga ada celahnya,” tutup Bima.(*)