indate.net-BOGOR – Dunia usaha perhotelan di Kota Bogor tengah terpukul. Penurunan tingkat hunian (okupansi) terjadi akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Salah satu yang terdampak adalah Swiss-Belhotel Bogor yang berlokasi di Kecamatan Bogor Tengah.
General Manager Swiss-Belhotel Bogor, Andri Kurniawan, mengungkapkan bahwa industri hotel sempat bangkit setelah dihantam pandemi COVID-19 pada 2020–2021. Namun memasuki 2024, kondisi kembali memburuk.
"Februari 2024 terjadi penurunan luar biasa. Awalnya kami pikir hanya satu bulan, ternyata berlangsung sepanjang tahun," kata Andri kepada wartawan, baru-baru ini.
Andri menuturkan, selain faktor tahun politik, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dipercepat juga memengaruhi aliran dana pemerintah. Padahal, Bogor selama ini mengandalkan kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions) dari lembaga pemerintah.
"Anggaran pemerintah dialihkan ke Pemilu dan IKN. Sejak itu, okupansi yang biasanya di atas 80 persen, turun drastis. Februari hanya 60 persen, dan Maret bahkan tinggal 41 persen," jelasnya.
Bahkan, dari 150 kamar yang tersedia di Swiss-Belhotel Bogor, biasanya terisi lebih dari 100 kamar per hari. Kini, menurut Andri, bisa terisi 20 kamar saja sudah dianggap bagus.
"Di hari biasa, pernah hanya delapan kamar yang terisi," ungkapnya.
Andri menambahkan, dampak penurunan okupansi ini memukul keras operasional hotel. Terutama karena Swiss-Belhotel Bogor sangat bergantung pada kegiatan pemerintah, yang menyumbang 60–70 persen dari total tamu.
"Begitu kegiatan pemerintah berhenti, hotel kosong. Sabtu-Minggu masih ada tamu keluarga, tapi hanya kamar dan sarapan, tanpa acara, tanpa banquet," ujarnya.
Sempat terjadi peningkatan okupansi saat momen Lebaran 2025, namun hanya bertahan satu hari.
"Angka bagus hanya tercatat di 31 Maret 2025," sebut Andri.
Efisiensi anggaran juga berdampak pada pengurangan jam kerja karyawan. Pegawai harian lepas (daily worker) yang biasanya bekerja 20 hari per bulan kini hanya 10 hari, bahkan kurang.
"Kontrak karyawan juga banyak yang tidak diperpanjang. Ada enam orang yang harus kami lepas," jelasnya.
Menurut Andri, efek domino dari penurunan ini meluas ke berbagai sektor, termasuk supplier hotel.
"Kami kurangi pembelian bahan baku, seperti daging, sayur, dan minuman. Pendapatan mereka pun turun," ucapnya.
Melihat kondisi ini, Andri berharap pemerintah mengkaji ulang kebijakan efisiensi anggaran.
"Efisiensi itu perlu, tapi jangan buta. Harus melihat sektor mana yang dipotong. Dampaknya luas, bukan hanya ke hotel, tapi ke banyak pihak lainnya," tegas Andri.
Ia pun menutup dengan harapan kecil: perhatian lebih dari pemerintah terhadap nasib para pekerja hotel.(*)