indate.net- Kasus pencabulan terhadap sembilan santriwati di sebuah pondok pesantren di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), menggemparkan publik. Pelaku diduga adalah pimpinan pondok pesantren berinisial AF yang melakukan aksinya selama periode 2016 hingga 2023.
Pengungkapan kasus ini bermula dari pengakuan korban yang merasa mendapatkan pencerahan usai menonton film asal Malaysia berjudul Bidaah, yang menampilkan karakter tokoh "Walid" — seorang pemuka agama yang menyalahgunakan ajaran untuk melakukan pelecehan seksual. Para korban menilai perilaku AF sangat mirip dengan tokoh tersebut.
Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, mendesak agar pelaku dijatuhi hukuman berat. “Kami minta pelaku dihukum mati atau penjara seumur hidup,” ujarnya, Rabu (23/4/2025
Dari sembilan santriwati yang melapor, lima di antaranya mengaku menjadi korban rudapaksa. “Sejauh ini belum ada yang hamil,” tambah Joko.
Lebih lanjut, ia menyebut para korban kerap mendapatkan ancaman dari pelaku. Bahkan, ada upaya untuk membungkam korban dengan tawaran pernikahan dan bantuan finansial. Saat ini, pihak aliansi sedang mengupayakan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Joko juga mengkritisi lemahnya pengawasan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) NTB terhadap aktivitas pondok pesantren. “Ini menunjukkan Kanwil Kemenag NTB gagal mengelola ponpes. Kami mendesak agar Kakanwil Kemenag NTB diganti,” tegasnya.
Kasus ini turut mendapat perhatian Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal. Saat menemui korban, gubernur tak kuasa menahan air mata setelah mendengar kesaksian para santriwati yang masih di bawah umur. Ia berkomitmen untuk menelusuri lebih lanjut korban lainnya, baik yang masih berada di pesantren maupun yang sudah keluar.
Menanggapi desakan penutupan ponpes, Joko menyatakan hal tersebut tidak perlu dilakukan. “Pelaku sudah dikeluarkan dari ponpes. Ini murni ulah oknum, bukan lembaganya,” katanya. Ia juga menegaskan pihaknya akan menjaga kerahasiaan identitas para korban demi keselamatan dan pemulihan psikologis mereka.
Modus Pelaku
AF diduga menggunakan pendekatan religius untuk melancarkan aksinya. Menurut Joko, pelaku menjanjikan kepada korban bahwa ia bisa “mensucikan rahim” mereka, dan bahwa mereka akan melahirkan anak yang kelak menjadi wali.
“Sebagian korban dirudapaksa, sebagian lagi mengalami pencabulan. Yang dicabuli itu menolak untuk disetubuhi,” jelas Joko.
Pihak pondok pesantren disebut telah meminta klarifikasi dari para korban setelah kabar ini mencuat. Sejumlah saksi telah diperiksa, dan penyidik juga telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mendalami kasus tersebut.(*)